Rabu, 26 Oktober 2011

Ahmad Yani, Sang Pahlawan Revolusi

Seperti yang anda tahu bahwa di blog saya anda bukan hanya mendapat artikel atau info mengenai Lingkungan/kebersihan Sekolah, tetapi info lainnya bisa anda dapatkan di blog saya ini. Saya akan membuat artikel yang berhubungan dengan Sejarah Indonesia, karena "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya", oleh karena itu kita sebagai kaum anak muda wajib menghargai dan mengenang jasa para Pahlawan yang telah berjasa terhadap bangsa Indonesia ini. Kali ini, saya akan bercerita menganai seorang Jenderal karismatik di Indonesa juga termasuk Pahlawan Revolusi yakni, Jenderal Anumerta Ahmad Yani. 
Masa Muda

Ahmad Yani dilahirkan pada 19 Juni 1922 di Jenar, Purworejo, Jawa Tengah. Ayahnya bernama M. Wongsorejo. Ibunya bernama Murtini. Yani adalah anak sulung dari tiga bersaudara. Pada tahun 1927, Yani bersama keluarganya pindah ke Batavia (saat ini kita mengenalnya dengan Jakarta). Di Batavia, Yani menyelesaikan sekolah dasar dan sekolah menengahnya. Selama bersekolah, ia dikenal sebagai seorang murid yang cerdas. Sayang, ketika di AMS (setara SMA sekarang) Yani harus keluar dari Sekolahnya.
Yani kemudian mendaftarkan diri sebagai aspiran pada Dinas Topografi Militer Belanda di Malang, Jawa Timur. Selama enam bulan Yani mengikuti pendidikan militer di Malang. Selesai pendidikan, pangkatnya adalah Sersan Cadangan Bagian Topografi.
Pada masa penjajahan Jepang, Yani mengikuti pendidikan militer Jepang di Magelang. Prestasinya begitu gemilang sampai-sampai Kapten Yanagawa, pelatih Jepang, menaruh perhatian khusus pada Yani. Ketika lulus, Yani pun menjadi siswa terbaik. Sebagai penghargaan, Yani diberikan sebilah pedang samurai.
Karier Militer
Yani kembali ke Magelang dan diangkat sebagai Komandan Dai Ici Syodan Dan San Cudan dari Dai Ni Daidan (Komandan Seksi 1 Kompi 3 Batalyon 2). Dari saat itu, karir militernya terus menanjak.
Pada September 1948, pangkat Ahmad Yani dinaikkan menjadi Letnan Kolonel. Jabatannya pun menjadi Brigade Diponogoro Divisi III.
Beberapa hari setelah Yani diangkat menjadi Komandan Brigade Diponogoro, negara dirongrong oleh pemberontakan PKI yang berpusat di Madiun. Pada peristiwa ini, Yani mengirimkan Batalyon Suryosumpeno untuk menumpas pasukan pemberontak di daerah sekitar Prurwodadi dan Grobogan.
Dalam karirnya, Yani banyak berhadapan dengan berbagai pemberontakan yang terjadi di berbagai wilayah di tanah air. Kemampuannya menyelesaikan setiap tantangan menjadikan karirnya terus menanjak. Yani pun diangkat menjadi Menteri/Panglima TNI AD.
Ketika Yani menjadi Menteri/Panglima TNI AD, kekuatan PKI di bidang politik sudah sangat besar. Angkatan Darat dilihat oleh PKI sebagai musuh utama mereka. PKI pun mengusulkan pembentukan Angkatan Kelima ke Presiden Soekarno. Anggotanya adalah buruh dan tani yang dipersenjatai.
Yani menolak keras usaha PKI ini. Ia juga menolak usul Nasakomisasi ABRI dari PKI. Sikap Yani tersebut membuatnya semakin dimusuhi oleh PKI. Puncak pemberontakan PKI terjadi pada tanggal 30 September 1965.
Peristiwa tersebut dikenal dengan nama Gerakan 30 September/PKI atau G30S/PKI.
Tujuan gerakan ini adalah menculik lalu membunuh pejabat teras Angkatan Darat, termasuk  Ahmad Yani yang saat itu berpangkat Letnan Jenderal.
Malam Penculikan
Pada tanggal 1 Oktober pukul 05.00 WIB, rumah Yani di Jalan Lembang, Jakarta didatangi gerombolan pemberontak. Mereka menyamar sebagai pasukan pengawal Istana dengan seragam Cakrabirawa.
Penyamaran ini tidak menimbulkan kecurigaan Yani.
Saat itu, ia diberitahukan untuk menghadap Presiden di Istana. Yani berkata bahwa ia akan mandi dahulu sebelum berangkat. Namun seorang anggota gerombolan melarangnya. Ketika Yani berniat cuci muka saja, itu pun dilarang.
Yani marah dengan perlakuan ini. Ia pun menempeleng dan membentak seorang gerombolan yang berdiri di dekatnya. Saat itulah Sersan Giyadi melepaskan tembakan ke arah Yani yang sedang membelakanginya.
Gerombolan menyeret tubuh Yani yang berlumuran darah ke luar rumah, membawanya dengan truk ke sebuah tempat di Lubang Buaya, sebauh tempat yang lokasinya tidak jauh dari Pangkalan Udara Halim Perdanakusumah. Lalu bersama jenazah periwira sasaran PKI lainnya, jenazah Ahmad Yani ke sumur tua di Lubang Buaya.
Pada tanggal 3 Oktober 1965, mayat para perwira tinggi dalam sumur ditemukan oleh tim RPKAD (Resimen Pasukan Angkatan Darat). Saat ini, kita menganal RPKAD dengan nama Kopassus (Komando Pasukan Khusus). Namun, atas perintah Mayjen Soeharto (Pimpinan Sementara TNI AD menggatikan Ahmad Yani), pengangkatan jenazah Pahlawan Revolusi dilakukan pada 4 Oktober 1965. Jenazah Ahmad Yani dan perwira lainnya dimakamkan tempat pada tanggal 5 Oktober 1965 di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Hari itu bertepatan dengan HUT ABRI ke-20.
Karena Ahmad Yani merupakan salah satu korban dari pemberontakan G30S/PKI, maka bersama perwira korban G30S/PKI lainnya mendapat gelar Pahlawan Revolusi. Selain itu, pangkatnya juga dinaikkan satu tingkat lebih tinggi, Ahmad Yani mendapat kenaikan pangkat dari Letnan Jenderal menjadi Jenderal.
Pendidikan
  • HIS (setingkat SD) Bogor, tamat tahun 1935
  • MULO (setingkat SMP) kelas B Afd. Bogor, tamat tahun 1948
  • AMS (setingkat SMU) bagian B Afd. Jakarta, berhenti tahun 1940
  • Pendidikan militer pada Dinas Topografi Militer di Malang
  • Pendidikan Heiho di Magelang
  • PETA (Tentara Pembela Tanah Air) di Bogor
  • Command and General Staff College di Fort Leaven Worth, Kansas, Amerika Serikat,  tahun 1955
  • Special Warfare Course di Inggris tahun 1956
 Bintang Kehormatan
  • Bintang RI Kelas II
  • Bintang Sakti
  • Bintang Gerilya
  • Bintang Sewindu Kemerdekaan I dan II
  • Satyalancana Kesetyaan VII, XVI
  • Satyalancana G: O.M. I dan VI
  • Satyalancana Sapta Marga (PRRI)
  • Satyalancana Irian Barat (Trikora)
  • Ordenon Narodne Armije II Reda Yugoslavia (1958) dan lain-lain
Dari beberapa sumber dengan beberapa sedikit pengubahan
Sumber terkait : http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Yani
                          http://m.hai-online.com/Kidnesia/Archive/Tokoh/Ahmad-Yani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar